Mentadabburi Kebesaran Allah
Pada Hujan
Khutbah Pertama:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَاأَيّهَا
الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ
بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا
الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ
…
فَأِنّ
أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله
عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Kaum muslimin, jamaah Jumat yang dirahmati Allah.
Khatib wasiatkan diri khatib pribadi dan jamaah
sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa,
mengamalkan perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Takwa inilah yang akan
bermanfaat bagi setiap hamba di akhirat kelak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ
“Berbekallah kalian, dan sebaik-baik bekal itu
adalah takwa.” (QS. Al Baqarah: 195)
|
sumber : https://sains.kompas.com/read/2018/10/19/170000423/sudah-mulai-hujan-kok-jakarta-masih-panas-dan-gerah- |
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kita nikmat yang
banyak, dan sebesar-besarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah
nikmat Islam dan iman.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
kepada Nabi kita, imam kita, penyejuk hati kita, Muhammad bin Abdullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kepada keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah.
Saat ini adalah musim hujan, dimana hujan turun
hampir setiap hari. Ada yang menyukai turunnya hujan ini, karena suaranya
memberikan kedamaian dan ketenangan, ada juga yang mengatakan tanah
mengeluarkan aroma yang menenangkan, petani bergembira dengan diarinya
tanaman-tanaman mereka, dll. Di sisi lain, ada orang-orang mencela hujan karena
aktivitas mereka terhambat, janji-janji mereka harus dibatalkan, kepergian
mereka tertunda, dll.
Ketahuilah kaum muslimin, mencela hujan adalah
sebuah dosa besar, karena mencela hujan adalah mencela pencipta hujan itu
sendiri. Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ،
بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa
(waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur
malam dan siang menjadi silih berganti.” (HR.
Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246,
dari Abu Hurairah)
Hadis ini menerangkan kepada kita bahwa seorang
anak Adam telah berbuat zalim kepada Allah jika anak Adam mencela siang dan
malam, mecela waktu, termasuk juga di dalamnya mencela cuaca karena dengan
takdir Allah-lah terjadinya siang dan malam juga terjadinya panas dan hujan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Secara ilmu pengetahuan alam roses Terjadinya
Hujan Secara Singkat yakni Panas matahari membuat air yang ada di muka bumi (air
sungai, danau, lautan, waduk dan kandungan air di daun) menguap, selanjutnya Terbentuklah awan dari uap uap
tersebut, kemudian Angin membuat awan kecil berkumpul menjadi besar, sehingga Karena
kandungan air di awan yang sudah besar dan tidak bisa di tampung lagi maka
turunlah hujan. Begitulah maha kuasa Allah membuat siklus air dibumi kita
selalu terjaga.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Dalam pandangan islam, saya mengajak Anda untuk
merenungkan fungsi hujan secara utuh, sehingga Anda dapat mensikapi hujan
dengan baik. Dengan demikian, Anda semakin merasakan nikmatnya setiap tetesan
air yang menyirami negeri Anda. Dan selanjutnya hujan yang menyirami negeri
Anda senantiasa membawa berkah.
1. Fungsi
Pertama: Menghidupkan Tumbuhan
Sehebat apapun Anda dalam memelihara tumbuhan, namun bila tanpa
air, mustahil rasanya tumbuhan Anda bisa hidup, terlebih membuahkan hasil.
Karenanya, tidak dapat Anda pungkiri setelah turunnya hujan, berbagai tumbuhan
yang sebelumnya telah mati dan tertimbun dalam perut bumi, sekejap menjadi
hidup dan tumbuh dengan subur.
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاء
اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ.
فصلت: 39
“Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) ya
bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di
atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya
tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Fusshilat: 39).
Semasa kemarau, banyak dari tumbuhan yang mati,
dan hanya menyisakan biji-bijiannya yang tertanam jauh dalam perut bumi. Dan
bahkan banyak tumbuhan berbatang besar pun seakan mati, sehingga tidak sehelai
daun pun menghiasi dahan dan rantingnya. Ketika Anda melihat kondisi semacam
ini, sebagaimana yang terjadi beberapa waktu silam, mungkin Anda mengatakan
bahwa tumbuh-tumbuhan itu telah mati, dan mungkin tidak akan hidup kembali.
Namun kini praduga Anda tersebut terbukti tidak benar.
وَهُوَ
الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ
سَحَابًا ثِقَالاً سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاء فَأَخْرَجْنَا
بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْموْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu
telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami
turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu
pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang
telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS.
Al A’araf: 57)
2. Fungsi
Kedua: Sumber Minuman Makhluk Hidup
Semua makhluk yang hidup di muka bumi ini
terlebih yang bernyawa tidak mungkin dapat mempertahankan hidupnya tanpa air
minum. Karenanya air minum adalah kebutuhan primer setiap makhluk. Karena
demikian ini perihal makhluk hidup, maka ketika awal menciptakan bumi, Allah Ta’ala menyiapkan segalanya, air minum dan
tumbuh-tumbuhan. Ini semua demi menjaga kelangsungan hidup manusia secara
khusus dan seluruh makhluk bernyawa secara umum.
وَالْأَرْضَ
بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا {30} أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءهَا وَمَرْعَاهَا {31} وَالْجِبَالَ
أَرْسَاهَا {32} مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ
“Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia
memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan
untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS. An Naziaat: 30-33)
Maha Suci Allah yang telah menyiapkan segala yang
mejadi kebutuhan makhluk-Nya, sebelum mereka memintanya. Tidak diragukan fakta
ini bukti kuat akan kemurahan Allah Ta’ala yang banyak dilupakan oleh manusia.
3. Fungsi
Ketiga: Ilustrasi Nyata Tentang Metode Turunnya Rezeki Anda
Dan diantara hikmah yang dapat Anda petik dari
siklus hujan, seperti yang telah Anda pelajari, adalah sebagai ilustrasi nyata
bahwa Allah menurunkan rezeki-Nya kepada Anda sedikit demi sedikit. Allah
Subhanahu wa Ta’ala
melakukan ini semua bukan karena Dia pelit atau kawatir kehabisan stok rezeki,
namun sepenuhnya demi menjaga kemaslahatan Anda. Andai Allah Ta’ala meurunkan rezeki-Nya kepada Anda sekonyong-konyong
bagaikan turunnya air terjun, niscaya Anda celaka dan binasa. Sebagaimana Anda
pasti binasa bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan air hujan bagai turunnnya air
terjun. Karenanya nikmatilah hidup Anda, karena sejatinya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyiapkan rezeki yang cukup untuk
Anda.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisyaratkan hal ini melalui firman-Nya,
وَلَوْ
بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ
مَّا يَشَاء إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ {27} وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ
مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ
رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
–
الشورى: 27-28
“Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada
hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah
menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. Dan Dialah Yang
menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan
Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS.
As Syuura 27-28)
Cermatilah saudarakku, setelah Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjelaskan
bahwa Allah menurunkan rezekinya secara bertahap, Allah Ta’ala menyebut hujan sebagai bukti dan sekaligus
ilustrasi nyata tentang turunnya rezeki. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Melihat kondisi
hamba-hamba-Nya, maka Allah menurunkan hujan dan demikian pula rezekinya secara
bertahap, agar manusia tidak celaka.
Bagaimana rasanya bila Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan hujan bagaikan air terjun? Atau
Allah menyatukan jatah hujan untuk satu bulan lalu diturunkan pada satu hari
saja?
Demikian pula halnya dengan jatah rezeki kita. kita
pasti akan ditimpa celaka bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan rezekinya tidak tepat waktu. Anda
pasti kesusahan bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan seluruh jatah rezeki Anda sekali
seumur hidup. Bila hal itu terjadi, pasti kita kesusahan mencari almari guna
menyimpan jatah baju, dan bingung mencari lumbung guna menyimpan jatah beras,
dan kesulitan membangun waduk guna menampung jatah air Anda.
Menyadari akan hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada umatnya dengan
bersabda:
لا
تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ
الحلال، وترك الحرام )رواه ابن ماجة وعبد الرزاق والحاكم، وصححه الألباني
“Janganlah kamu merasa bahwa rezekimu telat
datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia
mengenyam rezeki terakhirnya. Tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki,
yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.”
(Riwayat Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al
Hakim, serta dishahihkan oleh Al Albani)
4. Fungsi
Keempat: Hujan Adalah Tentara Allah
Akhir-akhir ini berbagai penjuru negeri kita
sering dilanda bencana dan petaka. Salah satu penyebab datangnya bencana ialah
air hujan. Fenomena yang sering terjadi di depan mata kita ini adalah bukti
nyata bahwa hujan yang sedia kala adalah wujud dari rahmat Allah, namun bisa
saja berubah menjadi tentara Allah yang membinasakan orang-orang yang durhaka
kepada-Nya. Dengan demikian, hujan bagaikan pisau bermata dua, bisa
menguntungkan dan bisa mencelakakan.
Di antara bukti sejarah akan fungsi hujan yang
kelima ini ialah kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Bagaimana dengan hujan yang turun dari langit, Allah
Subhanahu wa Ta’ala
membalas keangkuhan kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam .
فَفَتَحْنَا
أَبْوَابَ السَّمَاء بِمَاء مُّنْهَمِرٍ
{11} وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاء عَلَى أَمْرٍ قَدْ
قُدِرَ
–
القمر: 11-12
“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan)
air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka
bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.”
(QS.
Al Qamar: 11-12)
Dan seperti yang Anda saksikan dan mungkin juga
pernah rasakan, bila hujan telah berubah menjadi tentara Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak ada kekuatan yang dapat
membendungnya.
وَنَادَى
نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ
الْكَافِرِينَ {42} قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاء قَالَ لاَ
عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِلاَّ مَن رَّحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ
فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada
di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada
bersama orang-orang yang kafir. Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang
dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada
yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”.
Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS.
Hud: 42-43)
Memahami fungsi hujan yang bagaikan pisau bermata
dua, dahulu Nabi bila menyaksikan mendung beliau begitu kawatir dan berdoa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berkata,
اللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan
mendung ini.”
Dan bila hujan telah turun beliau berdoa,
اللهُم
صَيباً نَافعاً
“Ya Allah jadikanlah hujan ini hujan yang
bermanfaat.” (HR. Bukhari, Abu Daud, dan lainnya.
Saudaraku, fenomena yang sekarang terjadi di
negeri kita sudah sepantasnya mengetuk pintu hati kita. Betapa negeri kita yang
dahulu gemah ripah loh jinawi namun sekarang semua seakan tinggal kenangan. Di
musim kemarau, sawah-sawah puso dan banyak dari saudara kita yang kekeringan
sehingga kesulitan mendapatkan air, walau hanya sekedar untuk minum. Namun di
musim hujan kondisi ternyata tidak berubah, sawah-sawah tetap saja banyak yang
puso dan banyak dari saudara kita yang menderita, bukan karena kekeringan namun
karena kebanjiran, tanah longsor atau lainnya.
Mungkinkah ini sebagai bukti nyata bahwa air
hujan yang sedianya membawa keberkahan, kini tidak lagi membawanya, namun
sebaliknya membawa murka Allah Azza wa Jalla. Tentu semua ini terjadi karena
ulah tangan kita, kekufuran, kemunafikan, dan kemaksiatan yang kian hari
semakin meraja lela.
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم
بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).” (QS. Ar Ruum: 41)
Saat ini, kita sebagai penduduk dunia tengah
merasakan dampak dari ulah tangan kita sendiri, kekeringan, banjir, dan tanah
longsor, terjadi di mana-mana. Walau demikian, kita tidak segera menyadari
kesalahan, dan bahkan terus mencari kambing hitam atas petaka yang menghimpit.
Bukannya mengakui bahwa kerusakan iman, akhlak, dan mentalitas kita adalah
biang segalanya. Namun kita malah mengkambing hitamkan alam, sehingga dengan
hati yang dingin kita berkata, “Pemanasan global atau ungkapan serupa.”
Keserakahan telah mendorong kita untuk bersikap
membabi buta, menghalalkan segala macam cara dan memanfaatkan kekayaan alam
dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab. Keserakahan ini terjadi karena
adanya kepanikan dalam urusan rezeki. Kita menduga bahwa bila tidak membabi
buta maka tidak mungkin bisa menikmati kekayaan, atau akan digilas oleh roda
kehidupan yang terus berputar.
Andai kita dapat menangkap berbagai pelajaran
yang telah Allah Ta’ala
sisipkan pada berbagai kejadian di sekitar kita niscaya petaka tidak akan
mengimpit kehidupan kita. Rezeki kita hanya kita yang dapat menikmatinya, dan
tidak mungkin ada kekuatan yang dapat merampasnya dari mulut Anda. Sebagaimana kita
pun tidak akan kuasa merampas rezeki saudara kita, atau mendatangkan rezeki
yang bukan milik Kita.
Kerakusan yang telah menyelimuti jiwa kita ini
bukannya menyegerakan datangnya rezeki atau melipatgandakannya. Namun
keserakahan jiwa malah menjadi awal dari datangnya bencana dan petaka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi
manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (tanpa serakah atau
atas kerelaan pemiliknya), niscaya hartanya tersebut diberkahi. Dan barang
siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (rakus), niscaya hartanya
tersebut tidak diberkahi, dan permisalannya bagaikan orang yang makan namun
tidak pernah merasa kenyang..”
(Muttafaqun
‘alaih)
5. Fungsi
Kelima: Hujan Adalah Ilustrasi Nyata Tentang Proses Kebangkitan Manusia Pada
Hari Kiamat
Tidakkah Anda mencermati berbagai ayat yang telah saya ketengahkan ke hadapan Anda di
atas? Berbagai ayat yang berbicara tentang hujan senantiasa di akhiri dengan
kata-kata “Seperti
itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati.” Misalnya pada ayat berikut,
وَهُوَ
الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ
سَحَابًا ثِقَالاً سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاء فَأَخْرَجْنَا
بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْموْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu
telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami
turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu
pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang
telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS.
Al A’araf: 57)
Tidakkah Anda amati, betapa biji-bijian yang semasa
musim kemarau telah tertanam dalam perut bumi. Sesaat setelah turun hujan,
semua bijian tersebut muncul ke muka bumi dan tumbuh subur. Demikian pula yang
akan Anda alami kelak pada hari kiamat. Sahabat Abu Hurairah mengisahkan dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
مَا
بَيْنَ النَفَخَتَيْنِ أَرْبَعُوْنَ قَالُوْا يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُوْنَ يَوْمًا؟
قَالَ أَبَيْتُ قَالُوْا أَرْبَعُوْنَ شَهْرًا؟ قَالَ أَبَيْتُ قَالُوْا أَرْبَعُوْنَ
سَنَةً؟ قَالَ أَبَيْتُ ثُمَّ يَنْزِلُ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبِتُوْنَ
كَمَا يَنْبِتُ البَقْلُ قَالَ وَلَيْسَ مِنَ
الإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى إِلَّا عَظَمًا وَاحِدًا وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ
وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الخَلْقُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Antara dua tiupan sangkakala berjarak selama
empat puluh.” Sepontan
murid-murid Abu Hurairah bertanya, “Apakah yang dimaksud adalah empat puluh hari?”
Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak mau menjawab.” Mereka pun kembali bertanya, “Apakah yang dimaksud adalah empat puluh bulan?”
Kembali sahabat Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak mau menjawab.” Karena ingin tahu, mereka pun kembali bertanya, “Apakah yang dimaksud adalah empat puluh tahun?”
Kembali Abu Hurairah berkata, “Aku tidak mau menjawab. Selanjutnya Allah
menurunkan hujan dari langit, sehingga mannusia akan tumbuh bagaikan rerumputan
tumbuh ketika terkena air hujan. Tidaklah ada organ manusia kecuali akan hancur
lebur, kecuali satu tulang saja, yaitu pangkal tulang ekornya. Dariyalah kelak
pada hari qiyamat seluruh manusia akan dihidupkan kembali.” (Muttafaqun
alaih)
Dalam riwayat lain dinyatakan,
ثُمَّ
يُرْسِلُ اللَّهُ مَاءً مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ يُمْنِي كَمَنِيِّ الرَّجُلِ، فَتَنْبُتُ
جُسْمَانُهُمْ، وَلُحْمَانُهُمْ مِنْ ذَلِكَ الْمَاءِ ك
“Selanjutnya Allah menurunkan air dari bawah ‘Arsy yang memancar bagaikan air mani kaum lelaki,
sehingga tubuh dan daging manusia tumbuh kembali berkat siraman air itu.”
(Riwayat
Al Hakim dan lainnya)
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْـمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah
Kedua:
الْحَمْدُ
لِلهِ رَبِ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ
عَلَى الظَّالِمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ والتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْد
Dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,
إِنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika
melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya
Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”. (HR. Bukhari no. 1032)
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi
anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin
bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.” (Syarh Al Bukhari, Ibnu
Baththol, 5: 18, Asy Syamilah)
Disisi lain bahwa Turun Hujan Waktu Mustajab
untuk Berdo’a Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ
مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ
“Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1]
do’a ketika adzan dan
[2] do’a ketika
ketika turunnya hujan.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ no. 3078).
Semoga khutbah ini menggugah iman kita dan
menjadi pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Harapan khotib, dengan
memahami berbagai fungsi hujan ini, kita dapat mensyukurinya dengan baik,
sehingga Allah senantiasa melimpat gandakan nikmat-Nya.
اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ
أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ
وَالْـمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْـمُوَحِّدِينَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمينَ في كُلِ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ والْـمُسْلِمَاتِ، وَالْـمُؤْمِنِيْنَ وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْـمُرْسَلِينَ وَالْـحَمْدُ
لِلهِ ربِّ الْعَالَـمِينَ